Gie |
Sinopsis Film “Gie” :
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa
yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah
mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh
intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya
yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di
dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak
toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh
keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang
lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya
"Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem
dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh
kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga
yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang
mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada
kemunafikan."
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor
kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer
dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak
golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father
negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator
dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak
tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah
pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang
tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa
berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang
mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga
memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk
mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan
setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi
keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki
semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan
kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI
tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak
Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan
tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka
naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta
Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film,
menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film Gie adalah penggambaran HAM pada masa Soekarno. Film ini
menunjukkan bagaimana seorang mahasiswa berjuang untuk mendapatkan HAM untuk
rakyat Indonesia yang pada masa itu telah diacuhkan. Dari film ini, penonton
bisa melihat keadaan yang kacau pada pemerintahan Soekarno yang seringakali
disembunyikan dari media massa. Dari alasan-alasan politik, pemerintahan
Soekarno berhasil menutupi hal-hal buruk yang mereka lakukan dari rakyat
Indonesia sehingga sampai sekarang pun masih tidak jelas keadaan pada masa
pemerintahan Soekarno. Ini membuktikan bahwa sampai sekarang pun masih ada
cencorship yang menyembunyikan kebenaran dari rakyat Indonesia. Film ini
menunjukkan sekilas apa yang terjadi pada masa pemerintahan Soekarno. Film ini
juga telah memenangkan tiga penghargaan dan salah satunya adalah untuk film
terbaik. Film ini sangat direkomendasikan untuk melihat sejarah Indonesia dan
keadan ketika Soekarno menjadi presiden.
Kutipan Dari Film “Gie” :
"Kebenaran hanya ada di langit, dan dunia adalah palsu."